Tapi, kemudian muncul pertanyaan di kalangan ilmuwan, apa keuntungan paus pembunuh mengalami menopause seperti manusia?
Versi lain mengatakan individu yang sudah tua akan sulit berfokus pada kehamilan. Lebih baik bagi mereka untuk mengurus anak atau cucu yang sudah ada.
"Analisis kami menunjukkan paus pembunuh jantan sangat bergantung pada induknya. Mereka harus berjuang cukup keras untuk bertahan hidup tanpa bantuan induknya," kata Dan Franks, peneliti dari University of York, Inggris.
Kebutuhan induk untuk merawat anak-anak mereka menjadi dewasa menjelaskan mengapa paus pembunuh telah mengembangkan kondisi pasca-reproduksi terpanjang di kerajaan hewan.
Franks dan rekan-rekannya dalam penelitian yang diterbitkan di jurnal Science ini mengatakan, keberadaan induk yang menopause justru meningkatkan kemampuan individu jantan untuk bertahan hidup. "Tetapi kami tidak menemukan efek yang sama pada individu betina," ujarnya.
Mereka juga menemukan kematian induk berdampak besar bagi paus pembunuh jantan. Induk yang mati pada waktu tertentu akan memicu potensi kematian hingga 14 kali lipat pada individu jantan yang berumur lebih dari 30 tahun.
"Bagi anakan betina di bawah 30 tahun, justru tidak terpengaruh oleh kematian induk mereka," kata Franks.
Ia berspekulasi bahwa induk paus pembunuh lebih berfokus pada kelangsungan hidup anakan jantan untuk memastikan pertumbuhannya maksimal dan pada gilirannya menyebarkan gen yang diwariskannya.
Sewaktu anakan jantan kawin, anak-anaknya kelak dirawat individu betina di kelompok lain. Sementara keturunan dari anakan betina paus pembunuh akan bergabung kembali dengan kelompok induk sehingga menguras sumber daya keluarga.
Penelitian Foster menunjukkan, paus pembunuh telah mengembangkan menopause terlama dibanding spesies non-manusia sehingga dapat menawarkan kepastian bertahan hidup untuk keturunan yang lebih tua.
Sumber : tempo.co